Lewis Smedes pernah menulis, "tindakan mengampuni itu seperti membebaskan seorang narapidana, dan narapidananya adalah diri Anda sendiri". Ini membuktikan bahwa dendam itu bagaikan tirai besi yang kejam dan menyengsarakan oknum pelakunya. Tidak sedikit yang hidupnya menderita dan mati lebih awal dari jadwal.
Ibu Hana dikhianati
oleh suaminya. Saat ia mengetahui bahwa pria yang dicintainya bermain
gila dengan sekretarisnya, sejak itu pula ia menyimpan
kemarahan dan dendam kesumat yang memenjarakan dirinya. Pagi siang
malam, pikiran dan tindakannya dikendalikan oleh kepahitan hatinya.
Nafsu makan berkurang, demikian juga waktu tidurnya. Berat badannya
turun drastis, wajahnya muram dan kelihatan tua, padahal umurnya masih 38 tahun.
Jika Anda bertemu
pak Made di Rumah Sakit Umum Tabanan, pasti jatuh belas kasihan. Pria
anak dua ini sudah empat tahun menderita gagal ginjal. Tubuhnya kurus
kering, begitu kurus seolah kulit tubuh lengket dengan tulang. Ia
menderita penyakit setelah dipenjarakan oleh kepahitan hati terhadap
rekan bisnisnya. Made belum bisa mengampuni Hartono yang telah menipunya. Usahanya hancur berantakan, dan ia kehilangan 400 juta.
Setiap kali mengingat peristiwa itu dadanya sakit, nafasnya tersengal
dan kepalanya pusing. Setiap bicara, pikiranya selalu kembali pada masa
lalu, saat dikhianati oleh sahabatnya sendiri. Waktu aku menyarankan
untuk mengampuni, ia menolak dan berucap. "Tidak mungkin aku bisa
memberi maaf pada orang yang telah menyengsarakan keluargaku." Tentu
saja aku tidak bisa memaksanya. Nasib berbicara lain, dua minggu setelah itu Made harus meninggalkan dunia di dalam belenggu dendamnya.
Apa susahnya mengampuni? Hanya seorang pemberani yang mau mengampuni. Karena pengampunan berarti membuka diri untuk disakiti kembali. Bukan hanya itu, tindakan mengampuni berarati melepaskan orang dari hutang kesalahan yang harusnya dibayar. Mengampuni juga melibatkan rasionalisasi 'sing waras ngalah' atau 'maklum, suamiku lagi kumat'. Dengan demikian kesalahanya tidak dimasukan dalam hati.
Seharusnya pendendam membaca kalimat ini "Sesungguhnya, orang bodoh dibunuh oleh sakit hati, dan orang bebal dimatikan oleh iri hati. Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN." Dengan kebenaran ini, hati ini akan terbebas dari belenggu yang bisa melumpuhkan kehidupan.
Renungan Oleh:
Pendeta Paulus Wiratno